JAYAPANGUS

( TH 1178-1181) M


Jayapangus yang dikenal penyelamat negara karena mengajak rakyatnya kemBali melakukan upacara agama sehingga mendapat wahyu (Hari Galungan) Keamanan terjamin dan ajaran agama berkembang dengan pesat. Baginda bertahta hingga tahun Çaka 1103 (1181 Masehi).


Bali adalah tempat berkembangnya agama Hindu dan Hampir seluruh Masyarakatnya menjadi penganutnya. Agama Hindu di Bali mulai tumbuh dan berkembang sejak abad ke – 8, bersamaan dengan pertumbuhan agama Hindu di Jawa Tengah, Agama Hindu banyak pengaruhnya terhadap kebudayaan setempat, juga terhadap sistem pemerintah. Berita Cina menyebutkan pada abad ke – 7 ada daerah Dwapatan (Bali) yang mempunyai adat yang sama dengan Jawa (Holing).

Prasasti Bali 804 Caka (882 M) menyebutkan pemberian izin pembuatan pertapaan di bukit Kintamani. Prasasti berangka tahun 896 caka (991 M) isinya menyebutkan tempat suci dan istana Raja terletak di Singhamandawa dekat Sanur berhuruf Dewa Nagari dan Bali Kuno Kitab Usana Bali abad ke 16 menyebutkan Raja Jayapangus memerintah setel
ah Raja Jayakusuma.

Beliau Raja penyelama
t Bali yang terkena malapetakaa karena lupa menjalankan ibadah Raja ini juga mendapat wahyu untuk melakukan upacara agama kembali yang sekarangsebagai hari Galungan



Goa Garba
Peninggalan Raja Jayapangus


MITOS BARONG LANDUNG


Dalem Jayapangus adalah raja Bali yang paling tua sekitar 800 masehi, dan Dewi Danu datang ke Bali sekitar tahun saka 9 atau sekitar tahun 87 sudah ada di Bali. Sang Agni Jaya bertempat di Lempuyang, Sang Hyang Puran Jaya bertempat di puncak Gunung Agung, Dewi Danu di puncak Batur. Ini yang disebut Sang Hyang Dapur Tiga. Sang Hyang Dapur Tiga ini merupakan anak dari Sang Hyang Pasupati yang berasal dari Jawa Puncak Sameru.

Barong Landung

Sebelum Dalem Jayapangus memperistri Dewi Danu, beliau menjadi penguasa atau memimpin jagat di Singa Duala yang sekarang disebut Dalem Puri. Pada saat itu beliau dalem Jaya Pangus sudah memiliki istri atau permaisuri, namun berkeinginan lagi untuk mencari istri. Nah ketika itu terdampar sebuah kapal dagang dari cina yang dimiliki oleh Cocomanira di Batu Klotok (sanur) yang diselamatkan oleh sebuah Kakua Blimbing atau Kuma Raja.

Nah pada saat itu Cocomanira menghadap kepada sang raja bersama dengan istri dan anaknya yang bernama Kang Cing Wi. Disanalah rasa cinta sang prabu muncul.

“Encik..encik..ke Bali membawa uang kepeng dan berbagai macam barang dagangan, saya suka dengan uang kpéng ini. Nah..anaknya encik yang bernama Kangcingwi akan saya akan saya jadikan istri”.

Pada saat itu ida sang prabu sudah di beritahukan oleh pendeta kerajaan, ”Ratu duagung janganlah ratu memperistri orang Cina karena aturan dari Ida Batara Klotok orang Cina itu dijadikan kerabat tertua oleh orang Bali. jangan sampai ratu berani memperistri orang Cina”. Begitulah perkataan pendeta kerajaan.

Kemudian sang prabu marah mendengar perkataan pendeta kerajaan lalu berkata, “Peranda kan sakti!! Peranda menjadi pendeta kerajaan tetapi kalau nasehat-nasehat peranda seperti ini saya sangat tidak setuju, saya akan memperistrinya. Kalau peranda memperistrinya akan mencemari kesucian seorang sulinggih, kalau saya sang naga sinatria semakin banyak saya memiliki istri, semakin berwibawa, karena banyak panjak. Kalau peranda tidak menyetujuinya, silahkan pergi peranda dari sini, berhenti sudah peranda menjadi bagawanta puri”.

Nah diusirlah peranda. “Nah cening, cening Dalem Jayapangus bapa tidak apa-apa, tetapi karena cening memutuskan rasa bakti bapa terhadap kerajaan ini, suatu saat hancur jagat Bali ini jangan bapa disalahkan, karena bapa yakin dengan apa yang mulut bapa bilang. Apa yang bapa bilang pasti akan terjadi, hancur jagat Balinya, jagat Balinya hancur, karena aturan-aturan sudah I dewa langgar, karena I dewa sudah berani melanggar, karena tidak boleh menikah dengan orang Cina, tetapi I dewa menikah. Ini akan menyebabkan hancurnya jagat Bali. Nanti suatu saat keturunan I dewa akan menghancurkan jagat Bali”.

Itu dipakai alasan oleh ratu peranda sambil beliau pergi. Singkat cerita menikahlah Sang Raja Dalem Jayapangus dengan Kangcingwi. Banyak masyarakat ikut membantu upacara pernikahan tersebut. Ada yang tidak setuju dan ada yang setuju dengan pernikahan ini, yang setuju disana ikut membantu, yang tidak setuju semua pergi. Pada saat itu rakyat Bali pisah pergi kemana-mana ada yang Ketampak Siring, Tabanan. Disanalah Sang Prabu Dalem Jayapangus mengadakan upacara pernikahan.

Banjir bandangpun tiba-tiba datang, hujan lebat sehingga puri pun hanyut. Nah, pada saat itulah raja merasa bersalah dengan apa yang di bilang ratu peranda. Hancurlah jagat Bali dan puri pun hanyut hilang. Di siwaduara pun telah terjadi tanah longsor, semua yang ada hanyut semua. Sesudah peristiwa tersebut Ida Dalem Jayapangus ingat dengan isi pesan yang dikatakan peranda. Nah disana lantas beliau memerintahkan patihnya untuk mencari peranda. “Paman-paman patih, kesana paman menghadap ida pedanda, dimanapun beliau berada tolong dicari”.

Disanalah beliau meminta maaf. “Dimana kesalahan saya, sekarang dimanna saya akan mencari tempat tinggal yang aman”, disana lalu ida pedanda kembali ke puri bersama dengan Ida Dalem Jayapangus. Disuruhlah beliau membangun puri (Siwa Duara) di Balingkang. Dipilihlah di Penelokan di Kintamani, di sebelah timurnya turun kebawah di tempat yang datar. Nah, disanalah I dewa membuat puri baru. Itu sebabnya Blingkang dikatakan Desa jagat di Penelokan.

Ida Dalem Jayapangus bukan bernama Dalem Jayapangus lagi tetapi berubah nama menjadi Dalem Balingkang. Sudah beberapa tahun tinggal di Balingkang masih juga belum mempunyai anak. Berbicaralah Dalem Balingkang dengan istrinya Kangcingwi. “Nah biarpun saya atau kamu, sudah lama bersama dengan saya berdua. Tetapi belum juga mempunyai anak, suatu saat nanti saya akan perlu memiliki keturunan, biar ada nanti yang mengganti posisi saya. Bagaimanapun caranya, kalau boleh beli akan bertapa di niskala, jikalau berkenan Ida Batara Batur berkarunia kepada saya, saya akan meminta ngelarang pasupada”.

Berkatalah Kangcingwi. “Ah, ratu batara dewa agung kalau begitu we tidak akan menghalangi, kalau koe mau mencari putra keturunan”. Berjalanlah beliau Dalem Balingkang menuju puncak gunung Batur. Karena baru pertama kali beliau sampailah di puncak gunung Batur, dilihatnyalah wanita cantik jelita, itu tiada lain adalah Ida Dewi Danu anak beliau Sang Hyang Pasupati.

Mulailah merayu Dalem Jayapangus. “Wahai engkau wanita cantik, selama saya menjadi raja di jagat Bali ini tidak pernah saya melihat wanita cantik seperti anda. Anda membuat saya tergila-gila, terasa badan tidak bertenaga, rasanya tidak mau hidup, hanya anda yang dapat mengobati hati saya ini, tidak ada wanita lain selain anda yang ada dihati saya. Maukah anda menjadi istri saya, karena saya suka sama anda”.

Seperti rayuannya Dalem Jayapangus. “Wahai engkau Dalem Jayapangus yang sekarang bernama Dalaem Balinkang, mungkin saya bias menerima anda, karena tidak sembarang orang bias naik kepuncak Batur ini, kalau anda orang biasa tidak akan mungkin bias bertemu dengan saya karena saya sebagai bhatari. Baiklah kalau seperti itu saya bersedia menjadi istri anda tetapi ada syaratnya, jika nanti lahir anak saya dia akan menjadi raja”.

Nah, lama kelamaan akhirnya Dalem Balingkang menikah dengan Dewi Danu Batur dan mempunyai anak laki-laki tetapi dengan wajah yang menyeramkan, baru lahir sudah memiliki taring, yang bernama Mayadanawa, berupa raksasa. Nah sekarang diceritakan Kangcingwi yang sedang bengong menunggu Dalem Jaya Pangus di puri Balingkang, yang sudah bertahun-tahun bertapa tetapi belum juga kembali. “Kalau orang bertapa tidak mungkin sampai dua tahun lebih”.

Bingung dia kangcingwi. Lalu Kangcingwi berdoa di merajan (tempat suci) belum juga kembali. Akhirnya ia memutuskan utuk mencari suaminya. “Supaya tidak rugi saya seorang konghucu, saya mau kesana mau cari beliau sang prabu bagaimana pun caranya biar saya tau bagaimana orang bertapa itu, sudah lama tidak ada berita”.

Akhirya sampailah Kangcingwi di gunung Batur. Sakit hati Kangcingwi karena di depan matanya sendiri melihat anak kecil yang dipangku oleh Dalem Jayapangus didampingi oleh Dewi Danu yang sangat cantik. Marahlah Kangcingwi, membilang Dewi Danu seorang wanita yang suka merebut istri orang lain.

“Eh beli Sang Prabu Dalem Jayapangus, Dalem Balingkang siapa yang tidak suka bertapa, bertapa sambil dapat meniduri wanita lain dan sampai mempunyai anak, itu kewajiban menjadi seorang raja? Yang bagaimana menjadi contoh raja yang baik!”. Dicacimakilah Dalem Balingkang dengan Dewi Danu. Dewi Danu tidak suka mendengar perkataan Kangcingwi yag kasar-kasar dan mengejek. Marahlah Dewi Danu, disanalah Dewi Danu berubah menjadi Durga yang menyeramkan, pada berwujud Durga inilah beliau mampu membakar semua apa yang disekelilingnya.

Ilmu ini disebut naranjana. Terbakarlah Kangcingwi oleh api yang dikeluarkan oleh Dewi danu yang berwujud durga, hingga Kangcingwi mati menjadi abu. Nah disanalah baru Dalem Balingkang menyesal. “Istriku, istriku Kangcinwi sebegitu besar cintamu kapadaku hingga kamu menjadi seperti ini, sungguh nista saya, karena saya tidak mmenepati janji, nah istriku Kangcingwi cari saya, biar saya cepat mati bersama dengan kamu!”.

Nah disanalah Dewi Danu menjadi tambah marah. “Iih Dalem Balingkang, saya tidak menyangka, kamu dulu mengaku masih lajang, ternyata sekarang sudah mempunyai istri orang Cina”, disanalah Dewi Danu mengeluarkan kutukan “Suatu saat jika anakku menjadi raja, dia akan menghancurkan jagat bali ini”. Akhirya ida sang prabu Dalem Balingkang terbakar oleh api yang dikeluarkan Dewi Danu sampai mereka berdua menjadi abu.

Prasasti Peninggalan Raja Jayapangus

Mendengar hal tersebut masyarakat menjadi bingung. “Yeeh.. beliau sang prabu bertapa dan istri beliau ikut menyusul kegunung batur kok dari sekarang belum kembali?”. Karena tak kunjung kembali kepuri. Nah didanalah lalu masyarakat menjemput raja dan istrinya ke puncak gunung Batur dengan membawa singsana beliau. Sampailah mereka disana dilihatnyalah raja dan istrinya sudah menjadi meninggal dan jazatnya sudah menjadi abu.

Berkatalah masyarakat bali. “Wahai Dewi Danu saya ini berasal dari Nusa Panida, saya sudah lama di Balingkang menjadi pembantu sekarang saya mohon Dewi Danu berkarunia untuk menghidupkan kembali raja Dalem Balingkang dan akan saya iring beliau kembali kepuri”.

Masyarakat dari Buleleng pun ikut memohon pada Dewi Danu. “Wahai Dewi Danu, kenapa anda terlalu tega membunuh beliau sang raja? Kasihani saya, nanti siapa yang akan memerintah jagat Bali ini, kalau boleh saya mohon agar dihidupkan kembali Dalem Balingkang raja saya, tetapi saya minta maaf karena saya tidak bias bertuturkata yang baik”.

Semua masyarakatpun memohon kepada Dewi Danu, sampai masyarakat tabananpun ikut memohon. “Aruuh..karena Delem Balingkang sudah Dewi Danau bunuh, sekarang saya mohon untuk dihidupkan kembali, saya masyarakat dari Tabanan yang setia berbakti kepada raja Dalem Balingkang, supaya beliau kembali memimpin jagat Bali ini, karena saya tidak menguasai tentang Sastra dan Agama yang tidak akan biasa melakukan sesuat tanpa seorang pemimpin”. Nah disanalah Dewi Danu berkata.

“Iya masyarakat Bali semua, begitu setianya masyarakat semua terhadap raja kalian Dalem Balingkang saya akan menghidupkan beliau kembali, tetapi akan saya hidupkan abu ini, nah di patung yang berupa patung bekung, berdiam Kangcingwi, patung yang berupa Barong Landung yang bertaring berdiam Dalem Balingkang.

Barong Landung

Nah Barong Landung inilah dipuja oleh masyarakat Bali yang di bawa kebalingkang. Pada saat inilah jagat Bali hidup subur,aman dan tentram. Nah suatu ketika Mayadanawa sudah besar, Mayadanawalah yang menguasai dan menghancurkan jagat Bali ini, yang bertentangan dengan ajaran agama. Pada akhirya Sang Hyang Indralah yang membunuh Mayadanawa dan dipastikan pada hari itu dijadikan hari Darma melawan Adarma, kemudian diperingati dalam hari raya Galungan.

Makanya dua puluh satu hari sebelum Galungan haruslah mengadakan ngalawang batara landung, memperingati ida Dalem Jayapangus di kutuk bersama istrinya menjadi Barong Landung, maka dari itu sekarang berkeliling desa biar biasa memberitaukan atau memperingati pada masyarakat bahwa kebenaran itu selau benar.


GOA GARBA PENINGGALAN RAJA JAYAPANGUS

Swasti cri paduka warsa titaganata wartamana 1116 phalguna masa tithi pancama caklapaksa u…wa…wr…waraning julung pujut, irika dewaca nira mpungkuwing dharma hanyar guru aji mapanji jiwaya amurnajiwa ingkang astapaka mowah bhyumi bhatari I jro I heng mapanti maka muka mukan ratnakunja…da”

“Pada hari Kamis Wage Wara Pujut sekitar bulan Februari 1116, pada saat itulah Cri Maharaja Aji Jaya Pangus wafat, arwahnya menuju alam baka abupuspasariranya dicandikan dipertapaan Dharmaanyar dan disana pura yang bernama panti-panti yang diurus oleh Dang Acarya Jiwaya”
Goa Garba

Tulisan di atas merupakan tulisan yang tercantum dalam prasasti yang terletak di Pura Pengukur-Ukuran yang berlokasi di banjar Samegunung, desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar Bali. Berdasarkan prasasti itulah kemudian dapat diketahui bahwa peninggalan-peninggalan purbakala yang berada di sekitar wilayah pura agung ini dibangun pada zaman pemerintahan raja Jayapangus sekitar abad ke-12 Masehi.

Salah satu dari peninggalan purbakala tersebut adalah Goa Garba. Goa Garba ini terletak di bawah pura agung Pengukur-Ukuran. Goa Garba ini merupakan sebuah ceruk pertapaan yang dipahat pada dinding tepi jurang sungai Pakerisan yang legendaris. Untuk mencapai situs purbakala ini kita harus terlebih dahulu melewati sebuah gapura yang tangganya berupa susunan batu-batu kali.

Di atas ceruk pertapaan ini terdapat beberapa kolam dan pancuran. Di samping salah satu kolam tersebut terdapat sebuah lubang masuk menuju sebuah terowongan atau ruangan. Di lokasi Goa Garba ini pun terdapat sebuah tulisan yang dipahat, berbunyi “Sra”.

AKHIR MASA PEMERINTAHAN

Raja Jayapangus setelah wafat dimakamkan di Dharma Anyar. Putra Baginda dua orang: Sri Hikajaya dan Sri Danadiraja.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "JAYAPANGUS"

Posting Komentar