BHATARA PARAMESWARA SRI WIRAMA
(1200-1204) M
Sri Wirama, lengkapnya Bhatara Parameswara Sri Wirama tercantum dalam prasasti Bangli, Pura Kehen C (1126 Saka) (Stein Callenfels, 1926 : 56-59). Dalam prasasti itu disebutkan tiga tokoh historis sebagai berikut. Bhatara Guru Sri Adikuntitekata, yakni permaisuri raja yang telah almarhum, Bhatara Parameswara Sri Wirama, yang juga disebut Sri Bhanadhirajalancana, putra (wija) Sri Adikuntiketana.
Bhatara Sri Dhanadewiketu, yaitu permaisuri (rajawanita) Sri Dhanadhirajalancana. Berdasarkan keterangan dalam butir ketiga, khususnya kata rajawanita, yang digunakan untuk menyebut istri Sri Wirama, maka berarti raja yang sesungguhnya adalah Bhatara Parameswara Sri Wirama.
Kendati demikian, yang bertitah langsung kepada penduduk adalah Sri Adikuntiketana (Stein Callenfels, 1926 : 56). Titah tu disampaikan kepada wakil-wakil desa Bangli (karaman i bangli) sewilayah desanya, agar mereka tidak mengungsi lagi ke desa lain. Sebaliknya, mereka diperintahkan supaya kembali ke desanya serta menyelenggarakan asrama (mandala) Lokasarana yang sempat sepi dan tidak terurus. Dalam prasasti itu dicantumkan pula aturan tentang hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh penduduk Bangli.
(1200-1204) M
Sri Wirama, lengkapnya Bhatara Parameswara Sri Wirama tercantum dalam prasasti Bangli, Pura Kehen C (1126 Saka) (Stein Callenfels, 1926 : 56-59). Dalam prasasti itu disebutkan tiga tokoh historis sebagai berikut. Bhatara Guru Sri Adikuntitekata, yakni permaisuri raja yang telah almarhum, Bhatara Parameswara Sri Wirama, yang juga disebut Sri Bhanadhirajalancana, putra (wija) Sri Adikuntiketana.
Bhatara Sri Dhanadewiketu, yaitu permaisuri (rajawanita) Sri Dhanadhirajalancana. Berdasarkan keterangan dalam butir ketiga, khususnya kata rajawanita, yang digunakan untuk menyebut istri Sri Wirama, maka berarti raja yang sesungguhnya adalah Bhatara Parameswara Sri Wirama.
Kendati demikian, yang bertitah langsung kepada penduduk adalah Sri Adikuntiketana (Stein Callenfels, 1926 : 56). Titah tu disampaikan kepada wakil-wakil desa Bangli (karaman i bangli) sewilayah desanya, agar mereka tidak mengungsi lagi ke desa lain. Sebaliknya, mereka diperintahkan supaya kembali ke desanya serta menyelenggarakan asrama (mandala) Lokasarana yang sempat sepi dan tidak terurus. Dalam prasasti itu dicantumkan pula aturan tentang hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh penduduk Bangli.
0 Response to "HAJI EKAJAYALANCANA"
Posting Komentar