Terbongkar CANDI SUKUH, KUPASAN BEBERAPA RELIEF

BUNGA MAJAPAHIT. Dalam artikel ini akan diulas tentang makna beberapa relief yang terdapat di kompleks Candi Sukuh, Karanganyar, Jawa Tengah.

Bhatara Ismaya dan kembarannya.

Bunga Majapahit
Bhatara Ismaya dan kembaran yang berasal dari jati dirinya (Bagong)

Sang surya beranjak lingsir, cahaya yang keemasan tersaput awan lembayung yang berarak. Senja berganti malam, kahyangan Suralaya kembali diliputi keheningan. Hanya suara-suara satwa kahyangan yang berderik menyatu dengan suara gending lokananta yang terdengar lirih, alunan yang mendayu merdu.

Disaat para dewa dan dewi bercengkrama dalam wisma mereka, saat para batara dan batari ber asyik masyuk di peraduan mereka, nun disalah satu sudut taman kahyangan yang hanya di terangi oleh sinar kunang-kunang yang indah, Hyang Ismaya duduk merenung seorang diri. Sebentar lagi ia akan menjalani tugasnya turun ke marcapada meninggalkan tanah pusaka yang telah melahirkannya, Suralaya. Terlintas dalam pikirannya tentang saudaranya, Hyang Antaga yang telah lebih dulu turun ke marcapada, entah bagaimana nasibnya disana. Saat Hyang Ismaya masih termenung, tiba-tiba seberkas cahaya menjelma dihadapannya. Cahaya itu lamat-lamat berubah menjadi sosok Sang Hyang Tunggal. Sang ayah pun menanyakan perihal yang menjadi lamunan putranya. Ia menanyakan keteguhan hati putranya, apakah sang putra merasa berat hati menjalani tugas yang akan diembannya.

Sang putra merasa ikhlas dengan apa yang telah dihadapinya sebagai ujian, namun dalam nada bersenda gurau ia menyindir keadaan rupanya yang telah tidak lagi rupawan. Wujudnya kini sangat jauh berbeda dengan wujudnya yang terdahulu, buruk rupa dan berkulit hitam legam. Hyang Tunggal menjelaskan bahwa tubuh Hyang Ismaya yang kini berubah hitam mempunyai makna tidak berubah; menyamarkan yang sejatinya, yang bermaksud ‘ada’ itu ‘tidak ada’, sedangkan yang ‘tidak ada’ diterka bukan, dan yang ‘bukan’ diterka ‘ya’. Dengan demikian sebenarnya Hyang Tunggal telah menunjuk Ismaya sebagai putra yang tertua secara sifat diantara kedua saudaranya, Hyang Antaga dan Manikmaya. Dan hitam kulit Ismaya sendiri dilambangkan sebagai misteri, ketidak tahuan mutlak, yaitu ketidak tahuan semua mahluk kepada Sang Penciptanya. Maka, Hyang Ismaya dalam tugasnya nanti di marcapada harus mengganti nama sebagai Semar Badranaya (Semar = Haseming Samar-samar atau Penuntun Hidup) dan Badra (Bebadra = Membangun dari dasar) dan Naya (Nayaka= Utusan).

Hyang Ismaya mengajukan permintaan kepada Sanghyang Tunggal, bahwa di marcapada nanti ia meminta seorang saksi dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menginginkan saksi yang bukan merupakan bagian dari jati dirinya, ia akan mencipta seorang saksi yang berasal dari dirinya sendiri. Kelak di marcapada nanti selain ditemani oleh Petruk dan Gareng, Semar atau Hyang Ismaya menciptakan seorang saksi yang berasal dari bayangannya, dan saksi itu akan diberi nama Bagong (inilah yang dikenal dengan Punakawan).


Bhatara Guru meruwat Bhatara Kala (puteranya).


Bunga Majapahit
Bhatara Guru meruwat Bhatara Kala dengan Kalacakra

Saat itu juga Bhatara Kala diberi pakaian kadewatan dan diperkenankan tinggal di kahyangan Suralaya bersama dewa-dewa lainnya. Dan Sanghyang Jagatnata menyuruh Bhatara Kala untuk dapat membiasakan diri memakan makanan yang layak seperti makanan para dewa lainnya.

Pada kehidupan sehari-harinya Bhatara Kala yang kini tinggal di kahyangan Suralaya merasa bosan dengan kehidupan lingkungan kahyangan. Ia selalu merasa lapar, sebab selain aturan-aturan jatah makan yang ia peroleh juga makanan yang dimakan tidak sesuai dengan seleranya. Akhirnya Bhatara Kala menghadap ayahandanya, Sanghyang Jagatnata untuk mengijinkan dirinya kembali ke marcapada. Ia merasa tidak betah tinggal dilingkungan kahyangan, apalagi para dewa dan dewi tidak ada yang ingin berteman dengannya. Karena merasa kasihan Sanghyang Jagatnata mengijinkan Bhatara Kala untuk kembali ke marcapada. Namun sebelumnya Sanghyang Jagatnata meruwat Bhatara Kala dengan gambar Kalacakra di keningnya. Ia berpesan kepada Bhatara Kala, bahwa siapa saja yang mampu membaca lambang yang ditorehkan di kening Bhatara Kala, maka mereka tidak boleh dibunuh, sebab mereka adalah kerabat para dewa di Suralaya dan merupakan utusan Sanghyang Jagatnata. Kemudian Sanghyang Jagatnata kembali memberi pesan agar Bhatara Kala tidak asal memakan makanan yang ada di marcapada. Adapun kodratnya yang sudah gemar memakan makanan yang bernyawa, hendaknya dibunuh terlebih dahulu sebelum dimakan.

Sanghyang Jagatnata memberikan pusaka Kalanadah kepada Batara Kala untuk membunuh setiap korbannya yang hendak dimakan. Dan aturan-aturan lainnya yang dibuat oleh Sanghyang Jagatnata untuk Bhatara Kala, hal ini dimaksudkan agar kelak Bhatara Kala tidak memusnahkan kehidupan di marcapada. Maka, Sanghyang Jagatnata memberi ijin kepada Bhatara Kala untuk memakan mangsanya dengan syarat adalah mereka yang sudah ditentukan untuk dijadikan mangsa, yaitu :


  • “Julung caplok” yaitu anak yang lahir tepat pada saat matahari terbenam. Selain menjadi jatah Batara Kala, anak “Julung Caplok” juga merupakan cadangan makanan harimau.
  • “Julung kembang” yaitu anak yang lahir tepat pada saat matahari terbit.
  • “Ontang-anting” yaitu anak tunggal puteri atau putera.
  • “Kendana-kendini” yaitu dua bersaudara putera dan puteri seayah-seibu.
  • “Uger-uger lawang” yaitu dua bersaudara putera semua seayah-seibu.
  • “Kembang sepasang” yaitu dua bersaudara puteri semua seayah-seibu.
  • “Pandawa” yaitu lima bersaudara putera semua seibu-seayah.
  • “Pandawi” atau “kembang setaman” yaitu lima bersaudara puteri semua seibu-seayah.
  • “Pancuran kapit sendang” yaitu tiga bersaudara terdiri puteri-putera dan puteri seayah-seibu.
  • “Sendang kapit pancuran” yaitu tiga bersaudara terdiri putera-puteri-putera seayah-seibu.
  • “Runta” yaitu anak yang hari dan tanggal kelahirannya sama dengan ayahnya.
  • Empat orang bersaudara putera semua seayah-seibu.
  • Empat orang bersaudara puteri semua seayah-seibu.
  • Lima bersaudara terdiri seorang putera, empat puteri seayah-seibu.
  • Lima bersaudara terdiri seorang puteri, empat putera seayah-seibu.

  • Begitulah akhirnya Batara Kala dibatasi jatah makannya dan diharuskan membunuh mangsanya terlebih dahulu sebelum ia makan.

    Demikianlah uraian tentang Candi Sukuh, kupasan beberapa relief, semoga bermanfaat dan dapat membawa prespektif baru dalam memaknai apa yang tersirat di Candi Sukuh ini.

    Subscribe to receive free email updates:

    0 Response to "Terbongkar CANDI SUKUH, KUPASAN BEBERAPA RELIEF"

    Posting Komentar