Nama punakawan Punta, Prasanta dan Juru Deh hanya dikenal dalam kakawin (karya sastra) Ghatotkacasraya, nama punakawan itu dikenal kembali dalam seni panggung wayang gedog tentang cerita panji sebagai Jodeg Santa (kontaminasi dari Juru Deh dan Prasanta).
Dalam jaman Singosari-Majapahit nama punakawan tersebut tidak dikenal, yang muncul pada waktu itu adalah punakawan Semar seperti yang nyata-nyata muncul dalam hiasan/relief Candi Tigowangi (1358 M) dan Candi Sukuh (1439 M), dalam cerita Sudamala. Karya sastra Sudamala ini menceritakan peranan punakawan Semar secara lebih berkesan bila dibandingkan dengan tokoh Juru Deh, Prasanta dan Punta di atas. Dalam karya sastra Sudamala tersebut jelas sekali peranan Semar sebagai punakawan dan pelawak. Segala gerak-gerik dan ucapannya serba menggelikan. Relief/pahatan yang terdapat pada candi Tigawangi dan candi Sukuh juga menggambarkan hal yang serupa, yaitu ujud Semar yang lucu, serta tandang-tanduknya yang serba menggelikan. Diantaranya Semar memanjat di atas bangkai raksasa Kalanjaya, yang telah mati terbunuh oleh Sudamala.
Tokoh Semar pada relief candi Sukuh
Dalam seni panggung wayang pada jaman Surakarta dan Jogyakarta, jumlah punakawan bertambah menjadi tiga (versi Surakarta) dan menjadi empat (versi Jogyakarta) yaitu : Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka bertindak sebagai pelawak, yang disamping membadut, juga memberikan komentar tentang segala perkara yang timbul dari pikiran Si Dalang. Mereka tetap menjadi punakawan keluarga Pandawa, terutama sebagai punakawan Arjuna.
Semua tokoh punakawan memiliki bentuk tubuh yang agak istimewa, Semar digambarkan sebagai seorang yang tua, berkuncung putih, bermata rembes, berkaki pendek, berpantat besar, bentuknya seperti penyu atau kura-kura. Gareng tangannya ceko, kakinya pincang, matanya juling, hidungnya bulat seperti buah terong. Petruk hidungnya panjang, perutnya bekel, mulutnya selalu tertawa, berperawakan tinggi-kurus dan berkuncir. Bagong orangnya pendek, mulutnya lebar dan matanya sebesar terbang.
Sebagai imbangan diciptakan tokoh Togog dan Bilung, kedua-duanya sebagai pamong tokoh seberang lautan. Togog dan Bilung menjadi lambang kelemahan dan kekalahan, karena tiap tokoh yang diikutinya (dalam cerita) selalu dapat dikalahkan oleh tokoh Pandawa yang diikuti oleh Semar. Togog orangnya pendek, mulutnya lebar, bibirnya menjulur ke muka. Bilung orangnya pendek kecil, warna kulitnya hitam, kepalanya penuh kudis.
0 Response to "Terbongkar PUNAKAWAN, BUDAYA ASLI MAJAPAHIT (2)"
Posting Komentar