Candi Tawangalun, sebuah peninggalan sejarah yang sangat bernilai, berlokasi di Desa Buncitan, Kecamatan Sedati. Candi ini paling tidak terawat dibandingkan candi-candi lain di Kabupaten Sidoarjo.
Benar-benar tak ada sosok candi yang tersisa dari Candi Tawangalun. Kondisi ini, tentu saja, sangat berbeda dengan Candi Pari atau Candi Sumur di Kecamatan Porong. Bangunannya masih cukup meyakinkan, masih terlihat sosok aslinya, sebagai candi.
Candi Tawangalun di sedati
Sama dengan candi-candi lain di Sidoarjo, Candi Tawangalun pun merupakan warisan Majapahit. Model batu bata merah, konstruksi bangunan, lokasi... semuanya khas Majapahit. Candi Tawangalun didirikan pada 1292 pada masa Raja Brawijaya II (Resi Tawangalun). Sang raja punya selir bernama Putri Alun. Candi Tawangalun ini sengaja dibangun sebagai persembahan dan tanda cinta kasih kepada sang selir. Candi Tawangalun ini dibangun dengan penuh pengabdian dan cinta oleh warga atas perintah Raja. Bahan bangunan dicari yang terbaik, penggarapannya pun sungguh-sungguh.
Meski dipersembahkan untuk Putri Alun, Candi Tawangalun sejak dulu dianggap sebagai monumen milik warga asli Buncitan. Mereka percaya bahwa cikal-bakal dusun di tengah tambak itu tak lain didirikan oleh Putri Alun. Karena itu, setiap 1 Syuro warga ramai-ramai melakukan bancakan di kompleks Candi Tawangalun. “Tanggal 1 Syuro sekarang juga ada bancakan.
Pokoknya, sudah jadi tradisi setiap tahun,” Kata orang-orang ‘pintar’, candi sederhana yang terkesan berantakan itu sangat sakral dan cocok untuk meditasi, semedhi, atau bertapa. Banyak kejadian menarik yang pernah disaksikan warga Buncitan, termasuk Syaiful ketika masih anak-anak.
Suatu hari ada seorang bapak mengambil beberapa batu bata dari Candi Tawangalun untuk dipasang di rumahnya. Dia tidak tahu kalau batu candi tidak boleh diganggu gugat karena dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya serta punya nilai mistik yang luar biasa. Bapak itu nekat saja. Batu candi dipasang di rumahnya. Apa yang terjadi? “Malam hari dia melihat orang datang menggebuk dia. Badannya sakit nggak karuan.
Akhirnya, batu yang sudah ditembok itu dibongkar, dikembalikan ke kompleks candi,” tutur Syaiful. Bukan itu saja. Beberapa waktu kemudian, si bapak meninggal dunia.
Penduduk asli Buncitan, kini, tinggal 30 persen; sisanya pendatang baru. Toh, acara bancakan dan persembahan kepada pendiri Desa Buncitan tidak pernah hilang. Bahkan, warga pendatang yang 70 persen ini pun tak ketinggalan dalam bancakan 1 Syuro di Candi Tawangalun.
Bancakan dan ritual-ritual tradisi, lanjut dia, sangat penting karena Candi Tawangalun ternyata punya nilai mistik tersendiri. Kata orang-orang 'pintar', candi sederhana yang terkesan berantakan itu sangat sakral dan cocok untuk meditasi, semedhi, atau bertapa. Banyak kejadian menarik yang pernah disaksikan warga Buncitan, termasuk Syaiful ketika masih anak-anak.
Meski dipersembahkan untuk Putri Alun, Candi Tawangalun sejak dulu dianggap sebagai monumen milik warga asli Buncitan. Mereka percaya bahwa cikal-bakal dusun di tengah tambak itu tak lain didirikan oleh Putri Alun. Karena itu, setiap 1 Syuro warga ramai-ramai melakukan bancakan di kompleks Candi Tawangalun. “Tanggal 1 Syuro sekarang juga ada bancakan.
Pokoknya, sudah jadi tradisi setiap tahun,” Kata orang-orang ‘pintar’, candi sederhana yang terkesan berantakan itu sangat sakral dan cocok untuk meditasi, semedhi, atau bertapa. Banyak kejadian menarik yang pernah disaksikan warga Buncitan, termasuk Syaiful ketika masih anak-anak.
Suatu hari ada seorang bapak mengambil beberapa batu bata dari Candi Tawangalun untuk dipasang di rumahnya. Dia tidak tahu kalau batu candi tidak boleh diganggu gugat karena dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya serta punya nilai mistik yang luar biasa. Bapak itu nekat saja. Batu candi dipasang di rumahnya. Apa yang terjadi? “Malam hari dia melihat orang datang menggebuk dia. Badannya sakit nggak karuan.
Akhirnya, batu yang sudah ditembok itu dibongkar, dikembalikan ke kompleks candi,” tutur Syaiful. Bukan itu saja. Beberapa waktu kemudian, si bapak meninggal dunia.
Penduduk asli Buncitan, kini, tinggal 30 persen; sisanya pendatang baru. Toh, acara bancakan dan persembahan kepada pendiri Desa Buncitan tidak pernah hilang. Bahkan, warga pendatang yang 70 persen ini pun tak ketinggalan dalam bancakan 1 Syuro di Candi Tawangalun.
Bancakan dan ritual-ritual tradisi, lanjut dia, sangat penting karena Candi Tawangalun ternyata punya nilai mistik tersendiri. Kata orang-orang 'pintar', candi sederhana yang terkesan berantakan itu sangat sakral dan cocok untuk meditasi, semedhi, atau bertapa. Banyak kejadian menarik yang pernah disaksikan warga Buncitan, termasuk Syaiful ketika masih anak-anak.
0 Response to "CANDI TAWANGALUN"
Posting Komentar